Kamis, 17 Januari 2013
AGAMA DAN MASYARAKAT
-
AGAMA DAN
MASYARAKAT
Masyarakat adalah suatu sistem sosial yang
menghasilkan kebudayaan (Soerjono Soekanto, 1983). Sedangkan agama
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan,
atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran
kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan kepercayaan tersebut.
Sedangkan Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan
masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila: “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap politik, ekonomi dan budaya.
Di tahun 2000, kira-kira 86,1% dari 240.271.522 penduduk Indonesia
adalah pemeluk Islam, 5,7% Protestan, 3% Katolik, 1,8% Hindu, dan 3,4% kepercayaan lainnya.
Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa “tiap-tiap penduduk diberikan
kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya” dan “menjamin
semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya”.
Pemerintah, bagaimanapun, secara resmi hanya mengakui enam agama, yakni Islam,
Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu.
Dengan banyaknya agama maupun aliran
kepercayaan yang ada di Indonesia, konflik antar agama sering kali tidak
terelakkan. Lebih dari itu, kepemimpinan politis Indonesia memainkan peranan
penting dalam hubungan antar kelompok maupun golongan. Program transmigrasi secara tidak langsung telah
menyebabkan sejumlah konflik di wilayah timur Indonesia.
Berdasar sejarah, kaum pendatang telah menjadi pendorong utama keanekaragaman
agama dan kultur di
dalam negeri dengan pendatang dari India, Tiongkok, Portugal, Arab, dan Belanda. Bagaimanapun, hal ini sudah
berubah sejak beberapa perubahan telah dibuat untuk menyesuaikan kultur
di Indonesia.
Berdasarkan Penjelasan Atas Penetapan
Presiden No 1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan
Agama pasal 1, “Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk di Indonesia ialah
Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confusius)”.
Islam : Indonesia merupakan negara dengan
penduduk Muslim terbanyak di dunia, dengan 88% dari jumlah
penduduk adalah penganut ajaran Islam.
Mayoritas Muslim dapat dijumpai di wilayah barat Indonesia seperti di Jawa dan Sumatera. Masuknya agama islam ke Indonesia melalui
perdagangan.
Hindu : Kebudayaan dan agama Hindu tiba di
Indonesia pada abad pertama Masehi, bersamaan waktunya dengan kedatangan
agama Buddha, yang kemudian menghasilkan sejumlah kerajaan Hindu-Buddha
seperti Kutai, Mataram dan Majapahit.
Budha : Buddha merupakan
agama tertua kedua di Indonesia, tiba pada sekitar abad keenam
masehi. Sejarah Buddha di Indonesia berhubungan erat dengan sejarah Hindu.
Kristen Katolik : Agama Katolik untuk
pertama kalinya masuk ke Indonesia pada bagian pertama abad ketujuh di Sumatera
Utara. Dan pada abad ke-14 dan ke-15 telah ada umat Katolik di Sumatera
Selatan. Kristen Katolik tiba di Indonesia saat kedatangan bangsa Portugis,
yang kemudian diikuti bangsa Spanyol yang berdagang rempah-rempah.
Kristen Protestan : Kristen Protestan
berkembang di Indonesia selama masa kolonialBelanda (VOC), pada sekitar abad ke-16. Kebijakan VOC
yang mengutuk paham Katolik dengan sukses berhasil meningkatkan jumlah penganut
paham Protestan di Indonesia.Agama ini berkembang dengan sangat pesat di abad
ke-20, yang ditandai oleh kedatangan para misionaris dari Eopa ke beberapa
wilayah di Indonesia, seperti di wilayah barat Papua dan
lebih sedikit di kepulauan Sunda.
Konghucu : Agama Konghucu berasal dari Cina daratan
dan yang dibawa oleh para pedagang Tionghoa dan imigran. Diperkirakan pada abad
ketiga Masehi, orang Tionghoa tiba di kepulauan Nusantara. Berbeda dengan agama yang lain, Konghucu lebih
menitik beratkan pada kepercayaan dan praktik yang individual.
Fungsi agama
Agama dalam kehidupan masyarakat sangat
penting, misalnya saja dalam pembentukan individu seseorang. Fungsi agama dalam
masyarakat adalah:
fungsi agama di bidang social : dimana agama
bisa membantu para anggota-anggota masyarakat dalam kewajiban social.
Fungsi agama dalam keluarga
fungsi agama dalam sosialisasi: dapat
membantu individu untuk menjadi lebih baik diantara lingkungan
masyarakat-masyarakat yang lain supaya dapat berinteraksi dengan baik.
Dimensi komitmen agama
Dimensi komitmen agama menurut Roland
Robertson:
dimensi keyakinan mengandung
perkiraan/harapan bahwa orang yang religius akan menganut pandangan teologis
tertentu.
Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan
berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secara nyata.
Dimensi pengerahuan, dikaitkan dengan
perkiraan.
Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta,
semua agama mempunyai perkiraan tertentu.
Dimensi konsekuensi dari komitmen religius
berbeda dengan tingkah laku perseorangan.
Pelembagaan agama
Tiga tipe kaitan agama dengan masyarakat:
a. masyarakat dan nilai-nilai sacral
b. masyarakat-masyarakat praindustri yang
sedang berkembang
c. masyarakat-masyarakat industri sekuler
Pelembagaan agama
Pelembagaan agama adalah apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan bentuknya
serta fungsi struktur agama. Dimensi ini mengidentifikasikan pengaruh-pengaruh
kepercayaan di dalam kehidupan sehari-hari.
B. Fungsi-Fungsi Agama
Tentang Agama
Agama bukanlah suatu entitas independen yang
berdiri sendiri. Agama terdiri dari berbagai dimensi yang merupakan satu
kesatuan. Masing-masingnya tidak dapat berdiri tanpa yang lain. seorang ilmuwan
barat menguraikan agama ke dalam lima dimensi komitmen. Seseorang kemudian
dapat diklasifikasikan menjadi seorang penganut agama tertentu dengan adanya
perilaku dan keyakinan yang merupakan wujud komitmennya. Ketidakutuhan
seseorang dalam menjalankan lima dimensi komitmen ini menjadikannya religiusitasnya
tidak dapat diakui secara utuh. Kelimanya terdiri dari perbuatan, perkataan,
keyakinan, dan sikap yang melambangkan (lambang=simbol) kepatuhan (=komitmen)
pada ajaran agama. Agama mengajarkan tentang apa yang benar dan yang salah,
serta apa yang baik dan yang buruk.
Agama berasal dari Supra Ultimate Being,
bukan dari kebudayaan yang diciptakan oleh seorang atau sejumlah orang. Agama
yang benar tidak dirumuskan oleh manusia. Manusia hanya dapat merumuskan
kebajikan atau kebijakan, bukan kebenaran. Kebenaran hanyalah berasal dari yang
benar yang mengetahui segala sesuatu yang tercipta, yaitu Sang Pencipta itu
sendiri. Dan apa yang ada dalam agama selalu berujung pada tujuan yang ideal.
Ajaran agama berhulu pada kebenaran dan bermuara pada keselamatan. Ajaran yang
ada dalam agama memuat berbagai hal yang harus dilakukan oleh manusia dan
tentang hal-hal yang harus dihindarkan. Kepatuhan pada ajaran agama ini akan
menghasilkan kondisi ideal.
Mengapa ada yang Takut pada Agama?
Mereka yang sekuler berusaha untuk
memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari. Mereka yang marxis sama sekali
melarang agama. Mengapa mereka melakukan hal-hal tersebut? Kemungkinan besarnya
adalah karena kebanyakan dari mereka sama sekali kehilangan petunjuk tentang
tuntunan apa yang datang dari Tuhan. Entah mereka dibutakan oleh minimnya
informasi yang mereka dapatkan, atau mereka memang menutup diri dari segala hal
yang berhubungan dengan Tuhan.
Alasan yang seringkali mereka kemukakan
adalah agama memicu perbedaan. Perbedaan tersebut menimbulkan konflik. Mereka
memiliki orientasi yang terlalu besar pada pemenuhan kebutuhan untuk
bersenang-senang, sehingga mereka tidak mau mematuhi ajaran agama yang melarang
mereka melakukan hal yang menurutnya menghalangi kesenangan mereka, dan mereka merasionalisasikan
perbuatan irasional mereka itu dengan justifikasi sosial-intelektual. Mereka
menganggap segi intelektual ataupun sosial memiliki nilai keberhargaan yang
lebih. Akibatnya, mereka menutup indera penangkap informasi yang mereka miliki
dan hanya mengandalkan intelektualitas yang serba terbatas.
Mereka memahami dunia dalam batas rasio
saja. Logika yang mereka miliki begitu terbatasnya, hingga abstraksi realita
yang bersifat supra-rasional tidak mereka akui. Dan hasilnya, mereka terpenjara
dalam realitas yang serba empiri. Semua harus terukur dan terhitung. Walaupun
mereka sampai sekarang masih belum memahami banyaknya fungsi alam yang bekerja
dalam mekanisme supra rasional, keterbatasan kerangka berpikir yang mereka
miliki menegasikan semua hal yang tidak dapat ditangkap secara inderawi.
Padahal, pembatasan diri dalam realita yang
hanya bersifat empiri hanya akan membatasi potensi manusia itu sendiri. Dan hal
ini menegasikan tujuan hidup yang selama ini diagungkan para penganut realita
rasio-saja, yaitu aktualisasi diri dan segala potensinya.
Agama, dengan sandaran yang kuat pada
realitas supra rasional, membebaskan manusia untuk mengambil segala hal yang
terbaik yang dapat dihasilkannya dalam hidup. Semua-apakah hal itu bersifat
empiri-terukur, maupun yang belum dapat diukur. Empirisme bukanlah suatu hal
yang ditolak agama. Agama yang benar, yang bersifat universal, mencakup segi
intelektual yang luas, yang diantaranya adalah empirisme. Agama tidak mereduksi
intelektualitas manusia dengan membatasi kuantitas maupun kualitas suatu idea.
Agama yang benar, memberi petunjuk pada manusia tentang bagaimana potensi
manusia dapat dikembangkan dengan sebesar-besarnya. Dan sejarah telah
membuktikan hal tersebut.
Kesalahan yang dibuat para penilai agama-lah
yang kemudian menyebabkan realita ajaran ideal ini menjadi terlihat buruk.
Beberapa peristiwa sejarah yang menonjol mereka identikan sebagai kesalahan
karena agama. Karena keyakinan pada ajaran agama. Padahal, kerusakan yang
ditimbulkan adalah justru karena jauhnya orang dari ajaran agama. Kerusakan itu
timbul saat agama-yang mengajarkan kemuliaan- disalahgunakan oleh manusia
pelaksananya untuk mencapai tujuan yang terlepas dari ajaran agama itu sendiri,
terlepas dari pelaksanaan keseluruhan dimensinya.
Pelembagaan Agama
Sebenarnya apa yang dimaksud dengan agama?
Kami mengupamakan sebagai sebuah telepon. Jika manusia adalah suatu pesawat
telepon, maka agama adalah media perantara seperti kabel telepon untuk dapat
menghubungkan pesawat telepon kita dengan Telkom atau dalam hal ini Tuhan.
Lembaga agama adalah suatu organisasi, yang disahkan oleh pemerintah dan
berjalan menurut keyakinan yang dianut oleh masing-masing agama. Penduduk
Indonesia pada umumnya telah menjadi penganut formal salah satu dari lima agama
resmi yang diakui pemerintah. Lembaga-lembaga keagamaan patut bersyukur atas
kenyataan itu. Namun nampaknya belum bisa berbangga. Perpindahan penganut agama
suku ke salah satu agama resmi itu banyak yang tidak murni.
Sejarah mencatat bahwa tidak jarang terjadi
peralihan sebab terpaksa. Pemaksaan terjadi melalui “perselingkuhan” antara
lembaga agama dengan lembaga kekuasaan. Keduanya mempunyai kepentingan.
Pemerintah butuh ketentraman sedangkan lembaga agama membutuhkan penganut atau
pengikut. Kerjasama (atau lebih tepat disebut saling memanfaatkan) itu terjadi
sejak dahulu kala. Para penyiar agama sering membonceng pada suatu kekuasaan
(kebetulan menjadi penganut agama tersebut) yang mengadakan invansi ke daerah
lain. Penduduk daerah atau negara yang baru ditaklukkan itu dipaksa (suka atau
tidak suka) menjadi penganut agama penguasa baru.
Kasus-kasus itu tidak hanya terjadi di
Indonesia atau Asia dan Afrika pada umumnya tetapi juga terjadi di Eropa pada
saat agama monoteis mulai diperkenalkan. Di Indonesia “tradisi” saling
memanfaatkan berlanjut pada zaman orde Baru.Pemerintah orde baru tidak mengenal
penganut di luar lima agama resmi. Inilah pemaksaan tahap kedua. Penganut di
luar lima agama resmi, termasuk penganut agama suku, terpaksa memilih salah
satu dari lima agama resmi versi pemerintah.
Namun ternyata masalah belum selesai.
Kenyataannya banyak orang yang menjadi penganut suatu agama tetapi hanya
sebagai formalitas belaka. Dampak keadaan demikian terhadap kehidupan
keberagaan di Indonesia sangat besar. Para penganut yang formalitas itu, dalam
kehidupan kesehariannya lebih banyak mempraktekkan ajaran agam suku, yang
dianut sebelumnya, daripada agama barunya. Pra rohaniwan agama monoteis,
umumnya mempunyai sikap bersebrangan dengan prak keagamaan demikian. Lagi pula
pengangut agama suku umumnya telah dicap sebagai kekafiran. Berbagai cara telah
dilakukan supaya praktek agama suku ditinggalkan, misalnya pemberlakukan
siasat/disiplin gerejawi. Namun nampaknya tidak terlalu efektif.
Upacara-upacara yang bernuansa agama suku bukannya semakin berkurang tetapi
kelihatannya semakin marak di mana-mana terutama di desa - desa.
Demi pariwisata yang mendatangkan banyak
uang bagi para pelaku pariwisata, maka upacarav-upacara adat yang notabene
adalah upacara agama suku mulai dihidupkan di daerah-daerah. Upacara-upacara
agama sukuyang selama ini ditekan dan dimarjinalisasikan tumbuh sangat subur
bagaikan tumbuhan yang mendapat siraman air dan pupuk yang segar.
Anehnya sebab bukan hanya orang yang masih
tinggal di kampung yang menyambut angin segar itu dengan antusias tetapi
ternyata orang yang lama tinggal di kotapun menyambutnya dengan semangat
membara. Bahkan di kota-kotapun sering ditemukan praktek hidup yang sebenarnya
berakar dalam agama suku. Misalnya pemilihan hari-hari tertentu yang diklaim
sebagai hari baik untuk melaksanakan suatu upacara. Hal ini semakin menarik
sebab mereka itu pada umumnya merupakan pemeluk yang “ fanatik” dari salah satu
agama monoteis bahkan pejabat atau pimpinan agama.
Agama sangat universal, permanen, dan
mengatur dalam kehidupan, sehingga bila tidak memahami agama, maka akan sulit
memahami masyarakat. Hal yang harus diketahui dalam memahami lembaga agama
adalah apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi dan
struktur dari agama.
Menurut Elizabeth K. Nottingham (1954),
kaitan agama dalam masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak
menggambarkan keseluruhannya secara utuh.
a.Masyarakat yang Terbelakang dan
Nilai-nilai Sakral
Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan
terbelakang. Anggota masyarakatnya menganut agama yang sama. Sebab itu,
keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam kelompok keagamaan adalah sama.
Agama menyusup ke dalam kelompok aktivitas yang lain. Sifat-sifatnya:
Agama memasukkan pengaruhnya yang sakral ke
dalam sistem masyarakat secara mutlak.
Nilai agama sering meningkatkan
konservatisme dan menghalangi perubahan dalam masyarakat dan agama menjadi
fokus utama pengintegrasian dan persatuan masyarakat secra keseluruhan yang
berasal dari keluarga yang belum berkembang.
PERKEMBANGAN
AGAMA
agama di Indonesia yang di akui yaitu:
1. ISLAM
Etika Islam datang di Indonesia, berbagai
agama dan kepercayaan seperti animisme, dinamisme, Hindu dan Budha, sudah
banyak dianut oleh bangsa Indonesia bahkan dibeberapa wilayah kepulauan
Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan Budha.
Misalnya kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, kerajaan Taruma Negara di Jawa
Barat, kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan sebagainya. Namun Islam datang ke
wilayah-wilayah tersebut dapat diterima dengan baik, karena Islam datang dengan
membawa prinsip-prinsip perdamaian, persamaan antara manusia (tidak ada kasta),
menghilangkan perbudakan dan yang paling penting juga adalah masuk kedalam
Islam sangat mudah hanya dengan membaca dua kalimah syahadat dan tidak ada
paksaan.
Tentang kapan Islam datang masuk ke Indonesia,
menurut kesimpulan seminar “ masuknya Islam di Indonesia” pada tanggal 17 s.d
20 Maret 1963 di Medan, Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriyah
atau pada abad ke tujuh masehi. Menurut sumber lain menyebutkan bahwa Islam
sudah mulai ekspedisinya ke Nusantara pada masa Khulafaur Rasyidin (masa
pemerintahan Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin
Abi Thalib), disebarkan langsung dari Madinah.
B. Cara Masuknya Islam di Indonesia
Islam masuk ke Indonesia, bukan dengan
peperangan ataupun penjajahan. Islam berkembang dan tersebar di Indonesia
justru dengan cara damai dan persuasif berkat kegigihan para ulama. Karena
memang para ulama berpegang teguh pada prinsip Q.S. al-Baqarah ayat 256 :
Artinya :
Tidak ada paksaan dalam agama (Q.S.
al-Baqarah ayat 256)
Adapun cara masuknya Islam di Indonesia
melalui beberapa cara antara lain ;
1. Perdagangan
Jalur ini dimungkinkan karena orang-orang
melayu telah lama menjalin kontak dagang dengan orang Arab. Apalagi setelah
berdirinya kerajaan Islam seperti kerajaan Islam Malaka dan kerajaan Samudra
Pasai di Aceh, maka makin ramailah para ulama dan pedagang Arab datang ke
Nusantara (Indonesia). Disamping mencari keuntungan duniawi juga mereka mencari
keuntungan rohani yaitu dengan menyiarkan Islam. Artinya mereka berdagang
sambil menyiarkan agama Islam.
2. Kultural
Artinya penyebaran Islam di Indonesia juga
menggunakan media-media kebudayaan, sebagaimana yang dilakukan oleh para wali
sanga di pulau jawa. Misalnya Sunan Kali Jaga dengan pengembangan kesenian
wayang. Ia mengembangkan wayang kulit, mengisi wayang yang bertema Hindu dengan
ajaran Islam. Sunan Muria dengan pengembangan gamelannya. Kedua kesenian
tersebut masih digunakan dan digemari masyarakat Indonesia khususnya jawa sampai
sekarang. Sedang Sunan Giri menciptakan banyak sekali mainan anak-anak, seperti
jalungan, jamuran, ilir-ilir dan cublak suweng dan lain-lain.
3. Pendidikan
Pesantren merupakan salah satu lembaga
pendidikan yang paling strategis dalam pengembangan Islam di Indonesia. Para
da’i dan muballig yang menyebarkan Islam diseluruh pelosok Nusantara adalah
keluaran pesantren tersebut. Datuk Ribandang yang mengislamkan kerajaan
Gowa-Tallo dan Kalimantan Timur adalah keluaran pesantren Sunan Giri.
Santri-santri Sunan Giri menyebar ke pulau-pulau seperti Bawean, Kangean,
Madura, Haruku, Ternate, hingga ke Nusa Tenggara. Dan sampai sekarang pesantren
terbukti sangat strategis dalam memerankan kendali penyebaran Islam di seluruh
Indonesia.
4. Kekuasaan politik
Artinya penyebaran Islam di Nusantara, tidak
terlepas dari dukungan yang kuat dari para Sultan. Di pulau Jawa, misalnya
keSultanan Demak, merupakan pusat dakwah dan menjadi pelindung perkembangan
Islam. Begitu juga raja-raja lainnya di seluruh Nusantara. Raja Gowa-Tallo di
Sulawesi selatan melakukan hal yang sama sebagaimana yang dilakukan oleh Demak
di Jawa. Dan para Sultan di seluruh Nusantara melakukan komunikasi, bahu
membahu dan tolong menolong dalam melindungi dakwah Islam di Nusantara. Keadaan
ini menjadi cikal bakal tumbuhnya negara nasional Indonesia dimasa mendatang.
2. KRISTEN
Sejarah Agama Kristen di Indonesia
Perkembangan Agama Kristen di Indonesia
dapat dibagi menjadi 3 zona waktu.
1. Sebelum kolonialisme Belanda
2. Saat kolonialisme Belanda
3. Setelah kolonialisme Belanda
Sebelum Kolonialisme Belanda
Agama Katolik untuk pertama kalinya masuk ke
Indonesia pada bagian pertama abad ke-7 di Sumatera Utara. Kota Barus yang
dahulu disebut Pancur dan saat ini terletak di dalam Keuskupan Sibolga di
Sumatera Utara adalah tempat kediaman umat Katolik tertua di Indonesia
Saat Kolonialisme Belanda
Kristen Katolik tiba di Indonesia saat
kedatangan bangsa Portugis, yang kemudian diikuti bangsa Spanyol yang berdagang
rempah-rempah, Katolik Roma pertama tiba pada tahun 1534, di kepulauan Maluku
melalui orang Portugis yang dikirim untuk eksplorasi. Fransiskus Xaverius,
misionaris Katolik Roma dan pendiri Ordo Yesuit bekerja di kepulauan Maluku
pada tahun 1546 sampai tahun 1547. Namun ketika Belanda mengalahkan Portugis
tahun 1605, Belanda mengusir misionari-misionari Katolik dan memperkenalkan
Kristen Protestan (dari aliran Calvinist Dutch Reformed Church), sehingga
terpengaruh pada ajaran Calvinisme dan Lutheran.
Perkembangan Kekristenan di Indonesia pada
jaman itu cukup lambat. Hal ini dikarenakan ajaran Calvinist merupakan aliran
agama Kristen yang memerlukan pendalaman Alkitab yang mendalam, sementara edisi
Alkitab saat itu belum ada yang berbahasa Indonesia (bahasa Belanda). Lagipula,
VOC sebagai kendaraan Belanda untuk masuk dan menguasai Indonesia saat itu
adalah sebuah perusahaan sekuler dan bukan perusahaan yang cukup religius,
sehingga tidak mendukung penyebaran agama yang dilakukan oleh misionaris
Belanda sendiri. Setelah pengaruh VOC mulai tenggelam pada tahun 1799,
pemerintah Belanda mulai memperbolehkan penyebaran agama dengan lebih leluasa.
Orang Kristen aliran Lutheran dari Jerman yang lebih toleran dan tidak memaksa
pemeluknya untuk mempelajari agama Kristen dengan sedemikian dalam, mulai
memanfaatkan perijinan tersebut untuk mulai menyebarkan agama di antara orang
Batak di Sumatera pada tahun 1861, dan misionari Kristen Belanda dari aliran
Rhenish juga menyebarkan agama di Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tengah
Setelah Kolonialisme Belanda
Pada abad ke 20 setelah Belanda pergi dari
Indonesia, agama Kristen dan Katolik mulai berkembang pesat. Hal ini dimulai
oleh sebuah keadaan pada tahun 1965, ketika terjadi peralihan kekuasaan
Presiden Soekarno kepada Presiden Soeharto. Saat itu, Komunisme (dan Atheisme)
merupakan hal yang dilarang oleh pemerintah. Semua orang-orang yang tidak
beragama, langsung dicap Atheis, dan dengan demikian sangat mudah untuk dituduh
sebagai pengikut Komunis. Saat itu, gereja dari berbagai aliran mengalami
pertumbuhan jemaat yang pesat, terutama dari orang-orang (sebagian besar
beretnis Tionghoa yang berasal dari Cina, yang merupakan negara Komunis) yang
merasa tidak nyaman dengan kebijakan pemerintah mengenai Komunisme dan Atheisme
pada saat itu.
Pada akhir abad ke 20 sampai awal abad 21,
banyak misionaris dari Amerika yang menyebarkan aliran Evangelican dan
Pentecostal. Aliran yang sering disebut "Karismatik" ini merupakan
aliran yang dianggap "modern" karena menggabungkan antara Kristen tradisional,
dengan pola pikir modern pada jaman ini
3. KHATOLIK
Ada dugaan bahwa agama Kristen sudah sampai
ke Indonesia lebih seribu tahun lalu. Tetapi data sejarah yang ada
mengungkapkan bahwa agama Kristen masuk ke Indonesia bersamaan dengan datangnya
bangsa barat pada Abad XVI. Kemudia orang Indonesia mulai masuk Kristen kali
pertama di Maluku, oleh pekerjaan imam Gereja Roma Katolikyang datang bersama
pedagang Portugis. Pada masa itu terjadi persaingan antar kekuatan
politik,dengan bangsa belanda yang notabennya Kristen Protestan. Persaingan itu
akhirnya dimenagkan oleh Belanda dengan perusahaan dagang VOC. Pihak portugis
terusir meninggalkan jemaat-jemaat Roma Katolik yang kemudian besarnya diprotestankan. Setelah peristiwa ini, kemudian Gereja
Protestanlah yang lebih pesat perkembangannya di Indonesia.
Pada abad XVIII VOC bangkrut dan membubarkan
diri yang diakibatkan karena korupsi pegawainya. Kemudian pemerintah kolonial
menangani secara langsung kehidupan umat Kristen dengan membentuk suatu gereja
Protestan pemerintah-Inische Kerrk- tepatnya pada tahun 1835.
Dari Inische Kerrkinilah lahir Gereja-gereja Etnis yang besar di
Indonesia bagian Timur, yaitu Gereja Masehi Injili Minahasa, gereja Protestan
Maluku, dan Gereja Masehi Injili di Timor. Jemaat-jemaat lainya tergabung dalam
satu sinode tersendiri, yaitu Gereja protestan di Indonesia bagian Barat.
Meskipun demikian, ternyata perlahan tapi
pasti gereja katolikpun masih ikut berkembang dan masih eksis sampai sekarang.
Hal ini dibuktikan dengan jumlah gereja katolik yangterdapat di 33 (34) wilayah
di Indonesia. Dengan lebih kurang lima juta anggota Gereja.
4. HINDU
Masuknya agama Hindu ke Indonesia terjadi
pada awal tahun Masehi, ini dapat diketahui dengan adanya bukti tertulis atau
benda-benda purbakala pada abad ke 4 Masehi denngan diketemukannya tujuh buah
Yupa peningalan kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Dari tujuh buah Yupa itu
didapatkan keterangan mengenai kehidupan keagamaan pada waktu itu yang menyatakan
bahwa: “Yupa itu didirikan untuk memperingati dan melaksanakan yadnya oleh
Mulawarman”. Keterangan yang lain menyebutkan bahwa raja Mulawarman melakukan
yadnya pada suatu tempat suci untuk memuja dewa Siwa. Tempat itu disebut dengan
“Vaprakeswara”.
Masuknya agama Hindu ke Indonesia,
menimbulkan pembaharuan yang besar, misalnya berakhirnya jaman prasejarah
Indonesia, perubahan dari religi kuno ke dalam kehidupan beragama yang memuja
Tuhan Yang Maha Esa dengan kitab Suci Veda dan juga munculnya kerajaan yang
mengatur kehidupan suatu wilayah. Disamping di Kutai (Kalimantan Timur), agama
Hindu juga berkembang di Jawa Barat mulai abad ke-5 dengan diketemukannya tujuh
buah prasasti, yakni prasasti Ciaruteun, Kebonkopi, Jambu, Pasir Awi, Muara
Cianten, Tugu dan Lebak. Semua prasasti tersebut berbahasa Sansekerta dan
memakai huruf Pallawa.
Dari prassti-prassti itu didapatkan
keterangan yang menyebutkan bahwa “Raja Purnawarman adalah Raja Tarumanegara
beragama Hindu, Beliau adalah raja yang gagah berani dan lukisan tapak kakinya
disamakan dengan tapak kaki Dewa Wisnu”
Bukti lain yang ditemukan di Jawa Barat
adalah adanya perunggu di Cebuya yang menggunakan atribut Dewa Siwa dan
diperkirakan dibuat pada masa Raja Tarumanegara. Berdasarkan data tersebut,
maka jelas bahwa Raja Purnawarman adalah penganut agama Hindu dengan memuja Tri
Murti sebagai manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya, agama Hindu
berkembang pula di Jawa Tengah, yang dibuktikan adanya prasasti Tukmas di
lereng gunung Merbabu. Prasasti ini berbahasa sansekerta memakai huruf Pallawa
dan bertipe lebih muda dari prasasti Purnawarman. Prasasti ini yang menggunakan
atribut Dewa Tri Murti, yaitu Trisula, Kendi, Cakra, Kapak dan Bunga Teratai
Mekar, diperkirakan berasal dari tahun 650 Masehi.
Pernyataan lain juga disebutkan dalam
prasasti Canggal, yang berbahasa sansekerta dan memakai huduf Pallawa. Prasasti
Canggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya pada tahun 654 Caka (576 Masehi), dengan
Candra Sengkala berbunyi: “Sruti indriya rasa”, Isinya memuat tentang pemujaan
terhadap Dewa Siwa, Dewa Wisnu dan Dewa Brahma sebagai Tri Murti.
Adanya kelompok Candi Arjuna dan Candi
Srikandi di dataran tinggi Dieng dekat Wonosobo dari abad ke-8 Masehi dan Candi
Prambanan yang dihiasi dengan Arca Tri Murti yang didirikan pada tahun 856
Masehi, merupakan bukti pula adanya perkembangan Agama Hindu di Jawa Tengah.
Disamping itu, agama Hindu berkembang juga di Jawa Timur, yang dibuktikan
dengan ditemukannya prasasti Dinaya (Dinoyo) dekat Kota Malang berbahasa
sansekerta dan memakai huruf Jawa Kuno. Isinya memuat tentang pelaksanaan
upacara besar yang diadakan oleh Raja Dea Simha pada tahun 760 Masehi dan
dilaksanakan oleh para ahli Veda, para Brahmana besar, para pendeta dan
penduduk negeri. Dea Simha adalah salah satu raja dari kerajaan Kanjuruan.
Candi Budut adalah bangunan suci yang terdapat di daerah Malang sebagai
peninggalan tertua kerajaan Hindu di Jawa Timur.
Kemudian pada tahun 929-947 munculah Mpu
Sendok dari dinasti Isana Wamsa dan bergelar Sri Isanottunggadewa, yang artinya
raja yang sangat dimuliakan dan sebagai pemuja Dewa Siwa. Kemudian sebagai
pengganti Mpu Sindok adalah Dharma Wangsa. Selanjutnya munculah Airlangga (yang
memerintah kerajaan Sumedang tahun 1019-1042) yang juga adalah penganut Hindu
yang setia.
Setelah dinasti Isana Wamsa, di Jawa Timur
munculah kerajaan Kediri (tahun 1042-1222), sebagai pengemban agama Hindu. Pada
masa kerajaan ini banyak muncul karya sastra Hindu, misalnya Kitab Smaradahana,
Kitab Bharatayudha, Kitab Lubdhaka, Wrtasancaya dan kitab Kresnayana. Kemudian
muncul kerajaan Singosari (tahun 1222-1292). Pada jaman kerajaan Singosari ini
didirikanlah Candi Kidal, candi Jago dan candi Singosari sebagai sebagai
peninggalan kehinduan pada jaman kerajaan Singosari.
Pada akhir abad ke-13 berakhirlah masa
Singosari dan muncul kerajaan Majapahit, sebagai kerajaan besar meliputi
seluruh Nusantara. Keemasan masa Majapahit merupakan masa gemilang kehidupan
dan perkembangan Agama Hindu. Hal ini dapat dibuktikan dengan berdirinya candi
Penataran, yaitu bangunan Suci Hindu terbesar di Jawa Timur disamping juga
munculnya buku Negarakertagama.
Selanjutnya agama Hindu berkembang pula di
Bali. Kedatangan agama Hindu di Bali diperkirakan pada abad ke-8. Hal ini
disamping dapat dibuktikan dengan adanya prasasti-prasasti, juga adanya Arca
Siwa dan Pura Putra Bhatara Desa Bedahulu, Gianyar. Arca ini bertipe sama
dengan Arca Siwa di Dieng Jawa Timur, yang berasal dari abad ke-8.
Menurut uraian lontar-lontar di Bali, bahwa
Mpu Kuturan sebagai pembaharu agama Hindu di Bali. Mpu Kuturan datang ke Bali
pada abad ke-2, yakni pada masa pemerintahan Udayana. Pengaruh Mpu Kuturan di
Bali cukup besar. Adanya sekte-sekte yang hidup pada jaman sebelumnya dapat
disatukan dengan pemujaan melalui Khayangan Tiga. Khayangan Jagad, sad
Khayangan dan Sanggah Kemulan sebagaimana termuat dalam Usama Dewa. Mulai abad
inilah dimasyarakatkan adanya pemujaan Tri Murti di Pura Khayangan Tiga. Dan
sebagai penghormatan atas jasa beliau dibuatlah pelinggih Menjangan Salwang.
Beliau Moksa di Pura Silayukti.
Perkembangan agama Hindu selanjutnya, sejak
ekspedisi Gajahmada ke Bali (tahun 1343) sampai akhir abad ke-19 masih
terjadi pembaharuan dalam teknis pengamalan ajaran agama. Dan pada masa Dalem
Waturenggong, kehidupan agama Hindu mencapai jaman keemasan dengan datangnya
Danghyang Nirartha (Dwijendra) ke Bali pada abad ke-16. Jasa beliau sangat
besar dibidang sastra, agama, arsitektur. Demikian pula dibidang bangunan
tempat suci, seperti Pura Rambut Siwi, Peti Tenget dan Dalem Gandamayu (Klungkung).
Perkembangan selanjutnya, setelah runtuhnya
kerajaan-kerajaan di Bali pembinaan kehidupan keagamaan sempat mengalami
kemunduran. Namun mulai tahun 1921 usaha pembinaan muncul dengan adanya Suita
Gama Tirtha di Singaraja. Sara Poestaka tahun 1923 di Ubud Gianyar, Surya kanta
tahun1925 di SIngaraja, Perhimpunan Tjatur Wangsa Durga Gama Hindu Bali tahun
1926 di Klungkung, Paruman Para Penandita tahun 1949 di Singaraja, Majelis
Hinduisme tahun 1950 di Klungkung, Wiwadha Sastra Sabha tahun 1950 di Denpasar
dan pada tanggal 23 Pebruari 1959 terbentuklah Majelis Agama Hindu. Kemudian
pada tanggal 17-23 Nopember tahun 1961 umat Hindu berhasil menyelenggarakan
Dharma Asrama para Sulinggih di Campuan Ubud yang menghasilkan piagam Campuan
yang merupakan titik awal dan landasan pembinaan umat Hindu. Dan pada tahun
1964 (7 s.d 10 Oktober 1964), diadakan Mahasabha Hindu Bali dengan menetapkan
Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali dengan menetapkan Majelis
keagamaan bernama Parisada Hindu Bali, yang selanjutnya menjadi Parisada Hindu
Dharma Indonesia.
5. BUDHA
Agama Buddha bagi bangsa Indonesia
sebenarnya bukanlah agama
Agama Buddha Dalam Zaman Penjajahan
Perkembangan Agama Buddha Sejak Kemerdekaan
R.I.
6. KONGHUCU
Majelis Tinggi Agama Khonghucu
Indonesia (disingkat MATAKIN) adalah sebuah organisasi yang
mengatur perkembangan agama Khonghucu diIndonesia. Organisasi ini
didirikan pada tahun 1955.
Keberadaan umat
beragama Khonghucu beserta lembaga-lembaga keagamaannya di Nusantara
atau Indonesia ini sudah ada sejak berabad-abad yang lalu, bersamaan dengan
kedatangan perantau atau pedagang-pedagang Tionghoa ke tanah air kita
ini. Mengingat sejak zaman Sam Kokyang berlangsung sekitar abad ke-3
Masehi, Agama Khonghucu telah menjadi salah satu di antara Tiga Agama Besar di
China waktu itu; lebih-lebih sejak zaman dinasti Han, atau tepatnya tahun
136 sebelum Masehi telah dijadikan Agama Negara .
Kehadiran Agama Khonghucu di Indonesia telah
berlangsung berabad-abad lamanya, Kelenteng Ban Hing
Kiong di Manado didirikan pada tahun 1819 . DiSurabaya didirikan
tempat ibadah Agama Khonghucu yang disebut mula-mula : Boen Tjhiang Soe,
kemudian dipugar kembali dan disebut sebagai Boen Bio pada tahun
1906. Sampai dengan sekarang Boen Bio yang terletak di Jalan Kapasan 131,
Surabaya masih terpelihara dengan baik dibawah asuhan Majelis Agama Khonghucu
(MAKIN) “Boen Bio” Surabaya.
Di Sala didirikan Khong Kauw
Hwee sebagai Lembaga Agama Khonghucu pada tahun 1918. Pada tahun 1923
telah diadakan Kongres pertama Khong Kauw Tjong Hwee (Lembaga Pusat
Agama Khonghucu) di Yogyakarta dengan kesepakatan memilih
kota Bandung sebagai Pusat. Pada tanggal 25
September1924 di Bandung diadakan Kongres ke dua yang antara lain membahas
tentang Tata Agama Khonghucu supaya seragam di seluruh kepulauan Nusantara.
Agama Khonghucu di zaman Orde Baru
Di zaman Orde Baru, pemerintahan Soeharto
melarang segala bentuk aktivitas berbau kebudayaaan dan
tradisi Tionghoa di Indonesia. Ini menyebabkan banyak pemeluk
kepercayaan tradisional Tionghoa menjadi tidak berstatus sebagai pemeluk salah
satu dari 5 agama yang diakui. Untuk menghindari permasalahan politis (dituduh
sebagai atheis dan komunis), pemeluk kepercayaan tadi kemudian
diharuskan untuk memeluk salah satu agama yang diakui, mayoritas menjadi pemeluk
agama Kristen atau Buddha. klenteng yang merupakan tempat
ibadah kepercayaan tradisional Tionghoa juga terpaksa mengubah nama dan
menaungkan diri menjadi vihara yang merupakan tempat ibadah agama Buddha.
Agama Khonghucu di zaman orde
reformasi
Seusai Orde Baru, pemeluk kepercayaan
tradisional Tionghoa mulai mendapatkan kembali pengakuan atas identitas mereka
sejak UU No 1/Pn.Ps/1965 yang menyatakan bahwa agama-agama yang banyak
pemeluknya di Indonesia antara lain Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha dan
Khonghucu.
sumber : ( http://ranianggraeniii.blogspot.com/2012/11/perkembangan-agama-islam-di-indonesia_5530.html
)
AGAMA,
KONFLIK DAN MASYARAKAT
Di Indonesia terdapat banyak agama yang
dapat dianut oleh masing – masing masyarakat. Setiap masyarakat mempunyai agama
masing – masing yang menciptakan perbedaan agama satu sama lain. Terkadang dari
perbedaan agama inilah yang menyebabkan suatu konflik di dalam suatu
masyarakat. Sebenarnya semua konflik itu datang tergantung dari masyarakatnya sendiri.
Sebagai contoh dalam suatu desa berdominan menganut agama islam sedangkan
terdapat 1 warga yang menganut non islam. Warga yang menganut non islam ini
terkadang tidak ikut bersosialisasi karena kegiatan yang di adakan di desa
tersebut lebih cenderung dalam kegiatan yang bersifat keagamaan. Hal ini
terkadang menimbulkan kecemburuan social yang akan menyebabkan suatu konflik.
Konflik dalam masyarakat ini dapat diatasi
dengan berpegang teguh pada prinsip “persatuan Indonesia”. Karena dengan
prinsip itulah dan kesadaran masyarakat akan arti persatuan Indonesia inilah
yang akan menyatukan seluruh masyarakat yang menganut kepercayaan yang berbeda
– beda.
Upacara-upacara yang bernuansa agama suku bukannya semakin berkurang tetapi
kelihatannya semakin marak di mana-mana terutama di sejumlah desa-desa.Misalnya
saja, demi pariwisata yang mendatangkan banyak uang bagi para pelaku
pariwisata, maka upacara-upacara adat yang notabene adalah upacara agama suku
mulai dihidupkan di daerah-daerah.
Upacara-upacara agama suku yang selama ini
ditekan dan dimarjinalisasikan tumbuh sangat subur. Anehnya sebab bukan hanya
orang yang masih tinggal di kampung yang menyambut angin segar itu dengan
antusias tetapi ternyata orang yang lama tinggal di kotapun menyambutnya dengan
semangat membara. Misalnya pemilihan hari-hari tertentu yang diklaim sebagai
hari baik untuk melaksanakan suatu upacara. Hal ini semakin menarik sebab
mereka itu pada umumnya merupakan pemeluk yang “ fanatik” dari salah satu agama
monoteis bahkan pejabat atau pimpinan agama. Jadi pada jaman sekarang pun masih
banyak sekali hal yang menghubungkan agama dengan kepercayaan-kepercayaan
seperti itu sehingga bisa menimbulkan konflik bagi masyarakat itu sendiri.
AGAMA DAN
MASYARAKAT
Masyarakat adalah suatu sistem sosial yang
menghasilkan kebudayaan (Soerjono Soekanto, 1983). Sedangkan agama
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan,
atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran
kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan kepercayaan tersebut.
Sedangkan Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan
masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila: “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap politik, ekonomi dan budaya.
Di tahun 2000, kira-kira 86,1% dari 240.271.522 penduduk Indonesia
adalah pemeluk Islam, 5,7% Protestan, 3% Katolik, 1,8% Hindu, dan 3,4% kepercayaan lainnya.
Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa “tiap-tiap penduduk diberikan
kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya” dan “menjamin
semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya”.
Pemerintah, bagaimanapun, secara resmi hanya mengakui enam agama, yakni Islam,
Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu.
Dengan banyaknya agama maupun aliran
kepercayaan yang ada di Indonesia, konflik antar agama sering kali tidak
terelakkan. Lebih dari itu, kepemimpinan politis Indonesia memainkan peranan
penting dalam hubungan antar kelompok maupun golongan. Program transmigrasi secara tidak langsung telah
menyebabkan sejumlah konflik di wilayah timur Indonesia.
Berdasar sejarah, kaum pendatang telah menjadi pendorong utama keanekaragaman
agama dan kultur di
dalam negeri dengan pendatang dari India, Tiongkok, Portugal, Arab, dan Belanda. Bagaimanapun, hal ini sudah
berubah sejak beberapa perubahan telah dibuat untuk menyesuaikan kultur
di Indonesia.
Berdasarkan Penjelasan Atas Penetapan
Presiden No 1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan
Agama pasal 1, “Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk di Indonesia ialah
Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confusius)”.
Islam : Indonesia merupakan negara dengan
penduduk Muslim terbanyak di dunia, dengan 88% dari jumlah
penduduk adalah penganut ajaran Islam.
Mayoritas Muslim dapat dijumpai di wilayah barat Indonesia seperti di Jawa dan Sumatera. Masuknya agama islam ke Indonesia melalui
perdagangan.
Hindu : Kebudayaan dan agama Hindu tiba di
Indonesia pada abad pertama Masehi, bersamaan waktunya dengan kedatangan
agama Buddha, yang kemudian menghasilkan sejumlah kerajaan Hindu-Buddha
seperti Kutai, Mataram dan Majapahit.
Budha : Buddha merupakan
agama tertua kedua di Indonesia, tiba pada sekitar abad keenam
masehi. Sejarah Buddha di Indonesia berhubungan erat dengan sejarah Hindu.
Kristen Katolik : Agama Katolik untuk
pertama kalinya masuk ke Indonesia pada bagian pertama abad ketujuh di Sumatera
Utara. Dan pada abad ke-14 dan ke-15 telah ada umat Katolik di Sumatera
Selatan. Kristen Katolik tiba di Indonesia saat kedatangan bangsa Portugis,
yang kemudian diikuti bangsa Spanyol yang berdagang rempah-rempah.
Kristen Protestan : Kristen Protestan
berkembang di Indonesia selama masa kolonialBelanda (VOC), pada sekitar abad ke-16. Kebijakan VOC
yang mengutuk paham Katolik dengan sukses berhasil meningkatkan jumlah penganut
paham Protestan di Indonesia.Agama ini berkembang dengan sangat pesat di abad
ke-20, yang ditandai oleh kedatangan para misionaris dari Eopa ke beberapa
wilayah di Indonesia, seperti di wilayah barat Papua dan
lebih sedikit di kepulauan Sunda.
Konghucu : Agama Konghucu berasal dari Cina daratan
dan yang dibawa oleh para pedagang Tionghoa dan imigran. Diperkirakan pada abad
ketiga Masehi, orang Tionghoa tiba di kepulauan Nusantara. Berbeda dengan agama yang lain, Konghucu lebih
menitik beratkan pada kepercayaan dan praktik yang individual.
Fungsi agama
Agama dalam kehidupan masyarakat sangat
penting, misalnya saja dalam pembentukan individu seseorang. Fungsi agama dalam
masyarakat adalah:
fungsi agama di bidang social : dimana agama
bisa membantu para anggota-anggota masyarakat dalam kewajiban social.
Fungsi agama dalam keluarga
fungsi agama dalam sosialisasi: dapat
membantu individu untuk menjadi lebih baik diantara lingkungan
masyarakat-masyarakat yang lain supaya dapat berinteraksi dengan baik.
Dimensi komitmen agama
Dimensi komitmen agama menurut Roland
Robertson:
dimensi keyakinan mengandung
perkiraan/harapan bahwa orang yang religius akan menganut pandangan teologis
tertentu.
Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan
berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secara nyata.
Dimensi pengerahuan, dikaitkan dengan
perkiraan.
Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta,
semua agama mempunyai perkiraan tertentu.
Dimensi konsekuensi dari komitmen religius
berbeda dengan tingkah laku perseorangan.
Pelembagaan agama
Tiga tipe kaitan agama dengan masyarakat:
a. masyarakat dan nilai-nilai sacral
b. masyarakat-masyarakat praindustri yang
sedang berkembang
c. masyarakat-masyarakat industri sekuler
Pelembagaan agama
Pelembagaan agama adalah apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan bentuknya
serta fungsi struktur agama. Dimensi ini mengidentifikasikan pengaruh-pengaruh
kepercayaan di dalam kehidupan sehari-hari.
B. Fungsi-Fungsi Agama
Tentang Agama
Agama bukanlah suatu entitas independen yang
berdiri sendiri. Agama terdiri dari berbagai dimensi yang merupakan satu
kesatuan. Masing-masingnya tidak dapat berdiri tanpa yang lain. seorang ilmuwan
barat menguraikan agama ke dalam lima dimensi komitmen. Seseorang kemudian
dapat diklasifikasikan menjadi seorang penganut agama tertentu dengan adanya
perilaku dan keyakinan yang merupakan wujud komitmennya. Ketidakutuhan
seseorang dalam menjalankan lima dimensi komitmen ini menjadikannya religiusitasnya
tidak dapat diakui secara utuh. Kelimanya terdiri dari perbuatan, perkataan,
keyakinan, dan sikap yang melambangkan (lambang=simbol) kepatuhan (=komitmen)
pada ajaran agama. Agama mengajarkan tentang apa yang benar dan yang salah,
serta apa yang baik dan yang buruk.
Agama berasal dari Supra Ultimate Being,
bukan dari kebudayaan yang diciptakan oleh seorang atau sejumlah orang. Agama
yang benar tidak dirumuskan oleh manusia. Manusia hanya dapat merumuskan
kebajikan atau kebijakan, bukan kebenaran. Kebenaran hanyalah berasal dari yang
benar yang mengetahui segala sesuatu yang tercipta, yaitu Sang Pencipta itu
sendiri. Dan apa yang ada dalam agama selalu berujung pada tujuan yang ideal.
Ajaran agama berhulu pada kebenaran dan bermuara pada keselamatan. Ajaran yang
ada dalam agama memuat berbagai hal yang harus dilakukan oleh manusia dan
tentang hal-hal yang harus dihindarkan. Kepatuhan pada ajaran agama ini akan
menghasilkan kondisi ideal.
Mengapa ada yang Takut pada Agama?
Mereka yang sekuler berusaha untuk
memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari. Mereka yang marxis sama sekali
melarang agama. Mengapa mereka melakukan hal-hal tersebut? Kemungkinan besarnya
adalah karena kebanyakan dari mereka sama sekali kehilangan petunjuk tentang
tuntunan apa yang datang dari Tuhan. Entah mereka dibutakan oleh minimnya
informasi yang mereka dapatkan, atau mereka memang menutup diri dari segala hal
yang berhubungan dengan Tuhan.
Alasan yang seringkali mereka kemukakan
adalah agama memicu perbedaan. Perbedaan tersebut menimbulkan konflik. Mereka
memiliki orientasi yang terlalu besar pada pemenuhan kebutuhan untuk
bersenang-senang, sehingga mereka tidak mau mematuhi ajaran agama yang melarang
mereka melakukan hal yang menurutnya menghalangi kesenangan mereka, dan mereka merasionalisasikan
perbuatan irasional mereka itu dengan justifikasi sosial-intelektual. Mereka
menganggap segi intelektual ataupun sosial memiliki nilai keberhargaan yang
lebih. Akibatnya, mereka menutup indera penangkap informasi yang mereka miliki
dan hanya mengandalkan intelektualitas yang serba terbatas.
Mereka memahami dunia dalam batas rasio
saja. Logika yang mereka miliki begitu terbatasnya, hingga abstraksi realita
yang bersifat supra-rasional tidak mereka akui. Dan hasilnya, mereka terpenjara
dalam realitas yang serba empiri. Semua harus terukur dan terhitung. Walaupun
mereka sampai sekarang masih belum memahami banyaknya fungsi alam yang bekerja
dalam mekanisme supra rasional, keterbatasan kerangka berpikir yang mereka
miliki menegasikan semua hal yang tidak dapat ditangkap secara inderawi.
Padahal, pembatasan diri dalam realita yang
hanya bersifat empiri hanya akan membatasi potensi manusia itu sendiri. Dan hal
ini menegasikan tujuan hidup yang selama ini diagungkan para penganut realita
rasio-saja, yaitu aktualisasi diri dan segala potensinya.
Agama, dengan sandaran yang kuat pada
realitas supra rasional, membebaskan manusia untuk mengambil segala hal yang
terbaik yang dapat dihasilkannya dalam hidup. Semua-apakah hal itu bersifat
empiri-terukur, maupun yang belum dapat diukur. Empirisme bukanlah suatu hal
yang ditolak agama. Agama yang benar, yang bersifat universal, mencakup segi
intelektual yang luas, yang diantaranya adalah empirisme. Agama tidak mereduksi
intelektualitas manusia dengan membatasi kuantitas maupun kualitas suatu idea.
Agama yang benar, memberi petunjuk pada manusia tentang bagaimana potensi
manusia dapat dikembangkan dengan sebesar-besarnya. Dan sejarah telah
membuktikan hal tersebut.
Kesalahan yang dibuat para penilai agama-lah
yang kemudian menyebabkan realita ajaran ideal ini menjadi terlihat buruk.
Beberapa peristiwa sejarah yang menonjol mereka identikan sebagai kesalahan
karena agama. Karena keyakinan pada ajaran agama. Padahal, kerusakan yang
ditimbulkan adalah justru karena jauhnya orang dari ajaran agama. Kerusakan itu
timbul saat agama-yang mengajarkan kemuliaan- disalahgunakan oleh manusia
pelaksananya untuk mencapai tujuan yang terlepas dari ajaran agama itu sendiri,
terlepas dari pelaksanaan keseluruhan dimensinya.
Pelembagaan Agama
Sebenarnya apa yang dimaksud dengan agama?
Kami mengupamakan sebagai sebuah telepon. Jika manusia adalah suatu pesawat
telepon, maka agama adalah media perantara seperti kabel telepon untuk dapat
menghubungkan pesawat telepon kita dengan Telkom atau dalam hal ini Tuhan.
Lembaga agama adalah suatu organisasi, yang disahkan oleh pemerintah dan
berjalan menurut keyakinan yang dianut oleh masing-masing agama. Penduduk
Indonesia pada umumnya telah menjadi penganut formal salah satu dari lima agama
resmi yang diakui pemerintah. Lembaga-lembaga keagamaan patut bersyukur atas
kenyataan itu. Namun nampaknya belum bisa berbangga. Perpindahan penganut agama
suku ke salah satu agama resmi itu banyak yang tidak murni.
Sejarah mencatat bahwa tidak jarang terjadi
peralihan sebab terpaksa. Pemaksaan terjadi melalui “perselingkuhan” antara
lembaga agama dengan lembaga kekuasaan. Keduanya mempunyai kepentingan.
Pemerintah butuh ketentraman sedangkan lembaga agama membutuhkan penganut atau
pengikut. Kerjasama (atau lebih tepat disebut saling memanfaatkan) itu terjadi
sejak dahulu kala. Para penyiar agama sering membonceng pada suatu kekuasaan
(kebetulan menjadi penganut agama tersebut) yang mengadakan invansi ke daerah
lain. Penduduk daerah atau negara yang baru ditaklukkan itu dipaksa (suka atau
tidak suka) menjadi penganut agama penguasa baru.
Kasus-kasus itu tidak hanya terjadi di
Indonesia atau Asia dan Afrika pada umumnya tetapi juga terjadi di Eropa pada
saat agama monoteis mulai diperkenalkan. Di Indonesia “tradisi” saling
memanfaatkan berlanjut pada zaman orde Baru.Pemerintah orde baru tidak mengenal
penganut di luar lima agama resmi. Inilah pemaksaan tahap kedua. Penganut di
luar lima agama resmi, termasuk penganut agama suku, terpaksa memilih salah
satu dari lima agama resmi versi pemerintah.
Namun ternyata masalah belum selesai.
Kenyataannya banyak orang yang menjadi penganut suatu agama tetapi hanya
sebagai formalitas belaka. Dampak keadaan demikian terhadap kehidupan
keberagaan di Indonesia sangat besar. Para penganut yang formalitas itu, dalam
kehidupan kesehariannya lebih banyak mempraktekkan ajaran agam suku, yang
dianut sebelumnya, daripada agama barunya. Pra rohaniwan agama monoteis,
umumnya mempunyai sikap bersebrangan dengan prak keagamaan demikian. Lagi pula
pengangut agama suku umumnya telah dicap sebagai kekafiran. Berbagai cara telah
dilakukan supaya praktek agama suku ditinggalkan, misalnya pemberlakukan
siasat/disiplin gerejawi. Namun nampaknya tidak terlalu efektif.
Upacara-upacara yang bernuansa agama suku bukannya semakin berkurang tetapi
kelihatannya semakin marak di mana-mana terutama di desa - desa.
Demi pariwisata yang mendatangkan banyak
uang bagi para pelaku pariwisata, maka upacarav-upacara adat yang notabene
adalah upacara agama suku mulai dihidupkan di daerah-daerah. Upacara-upacara
agama sukuyang selama ini ditekan dan dimarjinalisasikan tumbuh sangat subur
bagaikan tumbuhan yang mendapat siraman air dan pupuk yang segar.
Anehnya sebab bukan hanya orang yang masih
tinggal di kampung yang menyambut angin segar itu dengan antusias tetapi
ternyata orang yang lama tinggal di kotapun menyambutnya dengan semangat
membara. Bahkan di kota-kotapun sering ditemukan praktek hidup yang sebenarnya
berakar dalam agama suku. Misalnya pemilihan hari-hari tertentu yang diklaim
sebagai hari baik untuk melaksanakan suatu upacara. Hal ini semakin menarik
sebab mereka itu pada umumnya merupakan pemeluk yang “ fanatik” dari salah satu
agama monoteis bahkan pejabat atau pimpinan agama.
Agama sangat universal, permanen, dan
mengatur dalam kehidupan, sehingga bila tidak memahami agama, maka akan sulit
memahami masyarakat. Hal yang harus diketahui dalam memahami lembaga agama
adalah apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi dan
struktur dari agama.
Menurut Elizabeth K. Nottingham (1954),
kaitan agama dalam masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak
menggambarkan keseluruhannya secara utuh.
a.Masyarakat yang Terbelakang dan
Nilai-nilai Sakral
Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan
terbelakang. Anggota masyarakatnya menganut agama yang sama. Sebab itu,
keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam kelompok keagamaan adalah sama.
Agama menyusup ke dalam kelompok aktivitas yang lain. Sifat-sifatnya:
Agama memasukkan pengaruhnya yang sakral ke
dalam sistem masyarakat secara mutlak.
Nilai agama sering meningkatkan
konservatisme dan menghalangi perubahan dalam masyarakat dan agama menjadi
fokus utama pengintegrasian dan persatuan masyarakat secra keseluruhan yang
berasal dari keluarga yang belum berkembang.
PERKEMBANGAN
AGAMA
agama di Indonesia yang di akui yaitu:
1. ISLAM
Etika Islam datang di Indonesia, berbagai
agama dan kepercayaan seperti animisme, dinamisme, Hindu dan Budha, sudah
banyak dianut oleh bangsa Indonesia bahkan dibeberapa wilayah kepulauan
Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan Budha.
Misalnya kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, kerajaan Taruma Negara di Jawa
Barat, kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan sebagainya. Namun Islam datang ke
wilayah-wilayah tersebut dapat diterima dengan baik, karena Islam datang dengan
membawa prinsip-prinsip perdamaian, persamaan antara manusia (tidak ada kasta),
menghilangkan perbudakan dan yang paling penting juga adalah masuk kedalam
Islam sangat mudah hanya dengan membaca dua kalimah syahadat dan tidak ada
paksaan.
Tentang kapan Islam datang masuk ke Indonesia,
menurut kesimpulan seminar “ masuknya Islam di Indonesia” pada tanggal 17 s.d
20 Maret 1963 di Medan, Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriyah
atau pada abad ke tujuh masehi. Menurut sumber lain menyebutkan bahwa Islam
sudah mulai ekspedisinya ke Nusantara pada masa Khulafaur Rasyidin (masa
pemerintahan Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin
Abi Thalib), disebarkan langsung dari Madinah.
B. Cara Masuknya Islam di Indonesia
Islam masuk ke Indonesia, bukan dengan
peperangan ataupun penjajahan. Islam berkembang dan tersebar di Indonesia
justru dengan cara damai dan persuasif berkat kegigihan para ulama. Karena
memang para ulama berpegang teguh pada prinsip Q.S. al-Baqarah ayat 256 :
Artinya :
Tidak ada paksaan dalam agama (Q.S.
al-Baqarah ayat 256)
Adapun cara masuknya Islam di Indonesia
melalui beberapa cara antara lain ;
1. Perdagangan
Jalur ini dimungkinkan karena orang-orang
melayu telah lama menjalin kontak dagang dengan orang Arab. Apalagi setelah
berdirinya kerajaan Islam seperti kerajaan Islam Malaka dan kerajaan Samudra
Pasai di Aceh, maka makin ramailah para ulama dan pedagang Arab datang ke
Nusantara (Indonesia). Disamping mencari keuntungan duniawi juga mereka mencari
keuntungan rohani yaitu dengan menyiarkan Islam. Artinya mereka berdagang
sambil menyiarkan agama Islam.
2. Kultural
Artinya penyebaran Islam di Indonesia juga
menggunakan media-media kebudayaan, sebagaimana yang dilakukan oleh para wali
sanga di pulau jawa. Misalnya Sunan Kali Jaga dengan pengembangan kesenian
wayang. Ia mengembangkan wayang kulit, mengisi wayang yang bertema Hindu dengan
ajaran Islam. Sunan Muria dengan pengembangan gamelannya. Kedua kesenian
tersebut masih digunakan dan digemari masyarakat Indonesia khususnya jawa sampai
sekarang. Sedang Sunan Giri menciptakan banyak sekali mainan anak-anak, seperti
jalungan, jamuran, ilir-ilir dan cublak suweng dan lain-lain.
3. Pendidikan
Pesantren merupakan salah satu lembaga
pendidikan yang paling strategis dalam pengembangan Islam di Indonesia. Para
da’i dan muballig yang menyebarkan Islam diseluruh pelosok Nusantara adalah
keluaran pesantren tersebut. Datuk Ribandang yang mengislamkan kerajaan
Gowa-Tallo dan Kalimantan Timur adalah keluaran pesantren Sunan Giri.
Santri-santri Sunan Giri menyebar ke pulau-pulau seperti Bawean, Kangean,
Madura, Haruku, Ternate, hingga ke Nusa Tenggara. Dan sampai sekarang pesantren
terbukti sangat strategis dalam memerankan kendali penyebaran Islam di seluruh
Indonesia.
4. Kekuasaan politik
Artinya penyebaran Islam di Nusantara, tidak
terlepas dari dukungan yang kuat dari para Sultan. Di pulau Jawa, misalnya
keSultanan Demak, merupakan pusat dakwah dan menjadi pelindung perkembangan
Islam. Begitu juga raja-raja lainnya di seluruh Nusantara. Raja Gowa-Tallo di
Sulawesi selatan melakukan hal yang sama sebagaimana yang dilakukan oleh Demak
di Jawa. Dan para Sultan di seluruh Nusantara melakukan komunikasi, bahu
membahu dan tolong menolong dalam melindungi dakwah Islam di Nusantara. Keadaan
ini menjadi cikal bakal tumbuhnya negara nasional Indonesia dimasa mendatang.
2. KRISTEN
Sejarah Agama Kristen di Indonesia
Perkembangan Agama Kristen di Indonesia
dapat dibagi menjadi 3 zona waktu.
1. Sebelum kolonialisme Belanda
2. Saat kolonialisme Belanda
3. Setelah kolonialisme Belanda
Sebelum Kolonialisme Belanda
Agama Katolik untuk pertama kalinya masuk ke
Indonesia pada bagian pertama abad ke-7 di Sumatera Utara. Kota Barus yang
dahulu disebut Pancur dan saat ini terletak di dalam Keuskupan Sibolga di
Sumatera Utara adalah tempat kediaman umat Katolik tertua di Indonesia
Saat Kolonialisme Belanda
Kristen Katolik tiba di Indonesia saat
kedatangan bangsa Portugis, yang kemudian diikuti bangsa Spanyol yang berdagang
rempah-rempah, Katolik Roma pertama tiba pada tahun 1534, di kepulauan Maluku
melalui orang Portugis yang dikirim untuk eksplorasi. Fransiskus Xaverius,
misionaris Katolik Roma dan pendiri Ordo Yesuit bekerja di kepulauan Maluku
pada tahun 1546 sampai tahun 1547. Namun ketika Belanda mengalahkan Portugis
tahun 1605, Belanda mengusir misionari-misionari Katolik dan memperkenalkan
Kristen Protestan (dari aliran Calvinist Dutch Reformed Church), sehingga
terpengaruh pada ajaran Calvinisme dan Lutheran.
Perkembangan Kekristenan di Indonesia pada
jaman itu cukup lambat. Hal ini dikarenakan ajaran Calvinist merupakan aliran
agama Kristen yang memerlukan pendalaman Alkitab yang mendalam, sementara edisi
Alkitab saat itu belum ada yang berbahasa Indonesia (bahasa Belanda). Lagipula,
VOC sebagai kendaraan Belanda untuk masuk dan menguasai Indonesia saat itu
adalah sebuah perusahaan sekuler dan bukan perusahaan yang cukup religius,
sehingga tidak mendukung penyebaran agama yang dilakukan oleh misionaris
Belanda sendiri. Setelah pengaruh VOC mulai tenggelam pada tahun 1799,
pemerintah Belanda mulai memperbolehkan penyebaran agama dengan lebih leluasa.
Orang Kristen aliran Lutheran dari Jerman yang lebih toleran dan tidak memaksa
pemeluknya untuk mempelajari agama Kristen dengan sedemikian dalam, mulai
memanfaatkan perijinan tersebut untuk mulai menyebarkan agama di antara orang
Batak di Sumatera pada tahun 1861, dan misionari Kristen Belanda dari aliran
Rhenish juga menyebarkan agama di Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tengah
Setelah Kolonialisme Belanda
Pada abad ke 20 setelah Belanda pergi dari
Indonesia, agama Kristen dan Katolik mulai berkembang pesat. Hal ini dimulai
oleh sebuah keadaan pada tahun 1965, ketika terjadi peralihan kekuasaan
Presiden Soekarno kepada Presiden Soeharto. Saat itu, Komunisme (dan Atheisme)
merupakan hal yang dilarang oleh pemerintah. Semua orang-orang yang tidak
beragama, langsung dicap Atheis, dan dengan demikian sangat mudah untuk dituduh
sebagai pengikut Komunis. Saat itu, gereja dari berbagai aliran mengalami
pertumbuhan jemaat yang pesat, terutama dari orang-orang (sebagian besar
beretnis Tionghoa yang berasal dari Cina, yang merupakan negara Komunis) yang
merasa tidak nyaman dengan kebijakan pemerintah mengenai Komunisme dan Atheisme
pada saat itu.
Pada akhir abad ke 20 sampai awal abad 21,
banyak misionaris dari Amerika yang menyebarkan aliran Evangelican dan
Pentecostal. Aliran yang sering disebut "Karismatik" ini merupakan
aliran yang dianggap "modern" karena menggabungkan antara Kristen tradisional,
dengan pola pikir modern pada jaman ini
3. KHATOLIK
Ada dugaan bahwa agama Kristen sudah sampai
ke Indonesia lebih seribu tahun lalu. Tetapi data sejarah yang ada
mengungkapkan bahwa agama Kristen masuk ke Indonesia bersamaan dengan datangnya
bangsa barat pada Abad XVI. Kemudia orang Indonesia mulai masuk Kristen kali
pertama di Maluku, oleh pekerjaan imam Gereja Roma Katolikyang datang bersama
pedagang Portugis. Pada masa itu terjadi persaingan antar kekuatan
politik,dengan bangsa belanda yang notabennya Kristen Protestan. Persaingan itu
akhirnya dimenagkan oleh Belanda dengan perusahaan dagang VOC. Pihak portugis
terusir meninggalkan jemaat-jemaat Roma Katolik yang kemudian besarnya diprotestankan. Setelah peristiwa ini, kemudian Gereja
Protestanlah yang lebih pesat perkembangannya di Indonesia.
Pada abad XVIII VOC bangkrut dan membubarkan
diri yang diakibatkan karena korupsi pegawainya. Kemudian pemerintah kolonial
menangani secara langsung kehidupan umat Kristen dengan membentuk suatu gereja
Protestan pemerintah-Inische Kerrk- tepatnya pada tahun 1835.
Dari Inische Kerrkinilah lahir Gereja-gereja Etnis yang besar di
Indonesia bagian Timur, yaitu Gereja Masehi Injili Minahasa, gereja Protestan
Maluku, dan Gereja Masehi Injili di Timor. Jemaat-jemaat lainya tergabung dalam
satu sinode tersendiri, yaitu Gereja protestan di Indonesia bagian Barat.
Meskipun demikian, ternyata perlahan tapi
pasti gereja katolikpun masih ikut berkembang dan masih eksis sampai sekarang.
Hal ini dibuktikan dengan jumlah gereja katolik yangterdapat di 33 (34) wilayah
di Indonesia. Dengan lebih kurang lima juta anggota Gereja.
4. HINDU
Masuknya agama Hindu ke Indonesia terjadi
pada awal tahun Masehi, ini dapat diketahui dengan adanya bukti tertulis atau
benda-benda purbakala pada abad ke 4 Masehi denngan diketemukannya tujuh buah
Yupa peningalan kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Dari tujuh buah Yupa itu
didapatkan keterangan mengenai kehidupan keagamaan pada waktu itu yang menyatakan
bahwa: “Yupa itu didirikan untuk memperingati dan melaksanakan yadnya oleh
Mulawarman”. Keterangan yang lain menyebutkan bahwa raja Mulawarman melakukan
yadnya pada suatu tempat suci untuk memuja dewa Siwa. Tempat itu disebut dengan
“Vaprakeswara”.
Masuknya agama Hindu ke Indonesia,
menimbulkan pembaharuan yang besar, misalnya berakhirnya jaman prasejarah
Indonesia, perubahan dari religi kuno ke dalam kehidupan beragama yang memuja
Tuhan Yang Maha Esa dengan kitab Suci Veda dan juga munculnya kerajaan yang
mengatur kehidupan suatu wilayah. Disamping di Kutai (Kalimantan Timur), agama
Hindu juga berkembang di Jawa Barat mulai abad ke-5 dengan diketemukannya tujuh
buah prasasti, yakni prasasti Ciaruteun, Kebonkopi, Jambu, Pasir Awi, Muara
Cianten, Tugu dan Lebak. Semua prasasti tersebut berbahasa Sansekerta dan
memakai huruf Pallawa.
Dari prassti-prassti itu didapatkan
keterangan yang menyebutkan bahwa “Raja Purnawarman adalah Raja Tarumanegara
beragama Hindu, Beliau adalah raja yang gagah berani dan lukisan tapak kakinya
disamakan dengan tapak kaki Dewa Wisnu”
Bukti lain yang ditemukan di Jawa Barat
adalah adanya perunggu di Cebuya yang menggunakan atribut Dewa Siwa dan
diperkirakan dibuat pada masa Raja Tarumanegara. Berdasarkan data tersebut,
maka jelas bahwa Raja Purnawarman adalah penganut agama Hindu dengan memuja Tri
Murti sebagai manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya, agama Hindu
berkembang pula di Jawa Tengah, yang dibuktikan adanya prasasti Tukmas di
lereng gunung Merbabu. Prasasti ini berbahasa sansekerta memakai huruf Pallawa
dan bertipe lebih muda dari prasasti Purnawarman. Prasasti ini yang menggunakan
atribut Dewa Tri Murti, yaitu Trisula, Kendi, Cakra, Kapak dan Bunga Teratai
Mekar, diperkirakan berasal dari tahun 650 Masehi.
Pernyataan lain juga disebutkan dalam
prasasti Canggal, yang berbahasa sansekerta dan memakai huduf Pallawa. Prasasti
Canggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya pada tahun 654 Caka (576 Masehi), dengan
Candra Sengkala berbunyi: “Sruti indriya rasa”, Isinya memuat tentang pemujaan
terhadap Dewa Siwa, Dewa Wisnu dan Dewa Brahma sebagai Tri Murti.
Adanya kelompok Candi Arjuna dan Candi
Srikandi di dataran tinggi Dieng dekat Wonosobo dari abad ke-8 Masehi dan Candi
Prambanan yang dihiasi dengan Arca Tri Murti yang didirikan pada tahun 856
Masehi, merupakan bukti pula adanya perkembangan Agama Hindu di Jawa Tengah.
Disamping itu, agama Hindu berkembang juga di Jawa Timur, yang dibuktikan
dengan ditemukannya prasasti Dinaya (Dinoyo) dekat Kota Malang berbahasa
sansekerta dan memakai huruf Jawa Kuno. Isinya memuat tentang pelaksanaan
upacara besar yang diadakan oleh Raja Dea Simha pada tahun 760 Masehi dan
dilaksanakan oleh para ahli Veda, para Brahmana besar, para pendeta dan
penduduk negeri. Dea Simha adalah salah satu raja dari kerajaan Kanjuruan.
Candi Budut adalah bangunan suci yang terdapat di daerah Malang sebagai
peninggalan tertua kerajaan Hindu di Jawa Timur.
Kemudian pada tahun 929-947 munculah Mpu
Sendok dari dinasti Isana Wamsa dan bergelar Sri Isanottunggadewa, yang artinya
raja yang sangat dimuliakan dan sebagai pemuja Dewa Siwa. Kemudian sebagai
pengganti Mpu Sindok adalah Dharma Wangsa. Selanjutnya munculah Airlangga (yang
memerintah kerajaan Sumedang tahun 1019-1042) yang juga adalah penganut Hindu
yang setia.
Setelah dinasti Isana Wamsa, di Jawa Timur
munculah kerajaan Kediri (tahun 1042-1222), sebagai pengemban agama Hindu. Pada
masa kerajaan ini banyak muncul karya sastra Hindu, misalnya Kitab Smaradahana,
Kitab Bharatayudha, Kitab Lubdhaka, Wrtasancaya dan kitab Kresnayana. Kemudian
muncul kerajaan Singosari (tahun 1222-1292). Pada jaman kerajaan Singosari ini
didirikanlah Candi Kidal, candi Jago dan candi Singosari sebagai sebagai
peninggalan kehinduan pada jaman kerajaan Singosari.
Pada akhir abad ke-13 berakhirlah masa
Singosari dan muncul kerajaan Majapahit, sebagai kerajaan besar meliputi
seluruh Nusantara. Keemasan masa Majapahit merupakan masa gemilang kehidupan
dan perkembangan Agama Hindu. Hal ini dapat dibuktikan dengan berdirinya candi
Penataran, yaitu bangunan Suci Hindu terbesar di Jawa Timur disamping juga
munculnya buku Negarakertagama.
Selanjutnya agama Hindu berkembang pula di
Bali. Kedatangan agama Hindu di Bali diperkirakan pada abad ke-8. Hal ini
disamping dapat dibuktikan dengan adanya prasasti-prasasti, juga adanya Arca
Siwa dan Pura Putra Bhatara Desa Bedahulu, Gianyar. Arca ini bertipe sama
dengan Arca Siwa di Dieng Jawa Timur, yang berasal dari abad ke-8.
Menurut uraian lontar-lontar di Bali, bahwa
Mpu Kuturan sebagai pembaharu agama Hindu di Bali. Mpu Kuturan datang ke Bali
pada abad ke-2, yakni pada masa pemerintahan Udayana. Pengaruh Mpu Kuturan di
Bali cukup besar. Adanya sekte-sekte yang hidup pada jaman sebelumnya dapat
disatukan dengan pemujaan melalui Khayangan Tiga. Khayangan Jagad, sad
Khayangan dan Sanggah Kemulan sebagaimana termuat dalam Usama Dewa. Mulai abad
inilah dimasyarakatkan adanya pemujaan Tri Murti di Pura Khayangan Tiga. Dan
sebagai penghormatan atas jasa beliau dibuatlah pelinggih Menjangan Salwang.
Beliau Moksa di Pura Silayukti.
Perkembangan agama Hindu selanjutnya, sejak
ekspedisi Gajahmada ke Bali (tahun 1343) sampai akhir abad ke-19 masih
terjadi pembaharuan dalam teknis pengamalan ajaran agama. Dan pada masa Dalem
Waturenggong, kehidupan agama Hindu mencapai jaman keemasan dengan datangnya
Danghyang Nirartha (Dwijendra) ke Bali pada abad ke-16. Jasa beliau sangat
besar dibidang sastra, agama, arsitektur. Demikian pula dibidang bangunan
tempat suci, seperti Pura Rambut Siwi, Peti Tenget dan Dalem Gandamayu (Klungkung).
Perkembangan selanjutnya, setelah runtuhnya
kerajaan-kerajaan di Bali pembinaan kehidupan keagamaan sempat mengalami
kemunduran. Namun mulai tahun 1921 usaha pembinaan muncul dengan adanya Suita
Gama Tirtha di Singaraja. Sara Poestaka tahun 1923 di Ubud Gianyar, Surya kanta
tahun1925 di SIngaraja, Perhimpunan Tjatur Wangsa Durga Gama Hindu Bali tahun
1926 di Klungkung, Paruman Para Penandita tahun 1949 di Singaraja, Majelis
Hinduisme tahun 1950 di Klungkung, Wiwadha Sastra Sabha tahun 1950 di Denpasar
dan pada tanggal 23 Pebruari 1959 terbentuklah Majelis Agama Hindu. Kemudian
pada tanggal 17-23 Nopember tahun 1961 umat Hindu berhasil menyelenggarakan
Dharma Asrama para Sulinggih di Campuan Ubud yang menghasilkan piagam Campuan
yang merupakan titik awal dan landasan pembinaan umat Hindu. Dan pada tahun
1964 (7 s.d 10 Oktober 1964), diadakan Mahasabha Hindu Bali dengan menetapkan
Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali dengan menetapkan Majelis
keagamaan bernama Parisada Hindu Bali, yang selanjutnya menjadi Parisada Hindu
Dharma Indonesia.
5. BUDHA
Agama Buddha bagi bangsa Indonesia
sebenarnya bukanlah agama
Agama Buddha Dalam Zaman Penjajahan
Perkembangan Agama Buddha Sejak Kemerdekaan
R.I.
6. KONGHUCU
Majelis Tinggi Agama Khonghucu
Indonesia (disingkat MATAKIN) adalah sebuah organisasi yang
mengatur perkembangan agama Khonghucu diIndonesia. Organisasi ini
didirikan pada tahun 1955.
Keberadaan umat
beragama Khonghucu beserta lembaga-lembaga keagamaannya di Nusantara
atau Indonesia ini sudah ada sejak berabad-abad yang lalu, bersamaan dengan
kedatangan perantau atau pedagang-pedagang Tionghoa ke tanah air kita
ini. Mengingat sejak zaman Sam Kokyang berlangsung sekitar abad ke-3
Masehi, Agama Khonghucu telah menjadi salah satu di antara Tiga Agama Besar di
China waktu itu; lebih-lebih sejak zaman dinasti Han, atau tepatnya tahun
136 sebelum Masehi telah dijadikan Agama Negara .
Kehadiran Agama Khonghucu di Indonesia telah
berlangsung berabad-abad lamanya, Kelenteng Ban Hing
Kiong di Manado didirikan pada tahun 1819 . DiSurabaya didirikan
tempat ibadah Agama Khonghucu yang disebut mula-mula : Boen Tjhiang Soe,
kemudian dipugar kembali dan disebut sebagai Boen Bio pada tahun
1906. Sampai dengan sekarang Boen Bio yang terletak di Jalan Kapasan 131,
Surabaya masih terpelihara dengan baik dibawah asuhan Majelis Agama Khonghucu
(MAKIN) “Boen Bio” Surabaya.
Di Sala didirikan Khong Kauw
Hwee sebagai Lembaga Agama Khonghucu pada tahun 1918. Pada tahun 1923
telah diadakan Kongres pertama Khong Kauw Tjong Hwee (Lembaga Pusat
Agama Khonghucu) di Yogyakarta dengan kesepakatan memilih
kota Bandung sebagai Pusat. Pada tanggal 25
September1924 di Bandung diadakan Kongres ke dua yang antara lain membahas
tentang Tata Agama Khonghucu supaya seragam di seluruh kepulauan Nusantara.
Agama Khonghucu di zaman Orde Baru
Di zaman Orde Baru, pemerintahan Soeharto
melarang segala bentuk aktivitas berbau kebudayaaan dan
tradisi Tionghoa di Indonesia. Ini menyebabkan banyak pemeluk
kepercayaan tradisional Tionghoa menjadi tidak berstatus sebagai pemeluk salah
satu dari 5 agama yang diakui. Untuk menghindari permasalahan politis (dituduh
sebagai atheis dan komunis), pemeluk kepercayaan tadi kemudian
diharuskan untuk memeluk salah satu agama yang diakui, mayoritas menjadi pemeluk
agama Kristen atau Buddha. klenteng yang merupakan tempat
ibadah kepercayaan tradisional Tionghoa juga terpaksa mengubah nama dan
menaungkan diri menjadi vihara yang merupakan tempat ibadah agama Buddha.
Agama Khonghucu di zaman orde
reformasi
Seusai Orde Baru, pemeluk kepercayaan
tradisional Tionghoa mulai mendapatkan kembali pengakuan atas identitas mereka
sejak UU No 1/Pn.Ps/1965 yang menyatakan bahwa agama-agama yang banyak
pemeluknya di Indonesia antara lain Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha dan
Khonghucu.
sumber : ( http://ranianggraeniii.blogspot.com/2012/11/perkembangan-agama-islam-di-indonesia_5530.html
)
AGAMA,
KONFLIK DAN MASYARAKAT
Di Indonesia terdapat banyak agama yang
dapat dianut oleh masing – masing masyarakat. Setiap masyarakat mempunyai agama
masing – masing yang menciptakan perbedaan agama satu sama lain. Terkadang dari
perbedaan agama inilah yang menyebabkan suatu konflik di dalam suatu
masyarakat. Sebenarnya semua konflik itu datang tergantung dari masyarakatnya sendiri.
Sebagai contoh dalam suatu desa berdominan menganut agama islam sedangkan
terdapat 1 warga yang menganut non islam. Warga yang menganut non islam ini
terkadang tidak ikut bersosialisasi karena kegiatan yang di adakan di desa
tersebut lebih cenderung dalam kegiatan yang bersifat keagamaan. Hal ini
terkadang menimbulkan kecemburuan social yang akan menyebabkan suatu konflik.
Konflik dalam masyarakat ini dapat diatasi
dengan berpegang teguh pada prinsip “persatuan Indonesia”. Karena dengan
prinsip itulah dan kesadaran masyarakat akan arti persatuan Indonesia inilah
yang akan menyatukan seluruh masyarakat yang menganut kepercayaan yang berbeda
– beda.
Upacara-upacara yang bernuansa agama suku bukannya semakin berkurang tetapi
kelihatannya semakin marak di mana-mana terutama di sejumlah desa-desa.Misalnya
saja, demi pariwisata yang mendatangkan banyak uang bagi para pelaku
pariwisata, maka upacara-upacara adat yang notabene adalah upacara agama suku
mulai dihidupkan di daerah-daerah.
Upacara-upacara agama suku yang selama ini
ditekan dan dimarjinalisasikan tumbuh sangat subur. Anehnya sebab bukan hanya
orang yang masih tinggal di kampung yang menyambut angin segar itu dengan
antusias tetapi ternyata orang yang lama tinggal di kotapun menyambutnya dengan
semangat membara. Misalnya pemilihan hari-hari tertentu yang diklaim sebagai
hari baik untuk melaksanakan suatu upacara. Hal ini semakin menarik sebab
mereka itu pada umumnya merupakan pemeluk yang “ fanatik” dari salah satu agama
monoteis bahkan pejabat atau pimpinan agama. Jadi pada jaman sekarang pun masih
banyak sekali hal yang menghubungkan agama dengan kepercayaan-kepercayaan
seperti itu sehingga bisa menimbulkan konflik bagi masyarakat itu sendiri.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar